Tahrijhadits adalah merupakan bagaian dari kegiatan penelitian hadits.Tahrij berasal dari kata khara-ja yaitu ikhraj dan istikhraj,yang penggunaanya sedikit berbeda antara yang satu dengan yang lainya.Takhrij secara bahasa juga mengandung pengertian yang bermacam-macam,dan yang populer di antaranya adalah:al-istinbath(mengeluarkan),al-tadrib(melatih atau membiasakan),al-tawjih(memperhadapkan).
Malikdalam Al-Muwaththa' I/288, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/217, dan Al-Baihaqi 4/9. Syu'aib Al-Arnauth menyatakan, isnad hadits di atas shahih dalam tahqiqnya terhadap Syarhus Sunnah, karya Al-Baghawi 5/357.
MetodePangumpulan Hadits dan Karya-karya yang Dihasilkan Masanid yaitu jamak dari sanad, maksudnya, buku-buku yang berisi tentang kumpulan hadits etiap shahabat secara tersendiri, baik haditsshahih, hasan, ataupun dha'if. Kadang diurutkan berdasarkan huruf hijaiyah atau alfabet sebagaimana juga dilakukan oleh para ulama, kadang juga
Menurutad-Dahabi, seorang ulama hadits, kajian Baihaqi dalam hadits tidak begitu besar, namun beliau mahir meriwayatkan hadits karena benar-benar mengetahui sub-sub bagian hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad-isnad (sandaran atau rangkaian perawi hadits). Di antara karya-karya Baihaqi, Kitab as-Sunnan al-Kubra yang terbit di
2 Siyarul A'lamin Nubala' karya Al-Imam Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi cetakan ke - 7 terbitan Dar ar-Risalah Beirut 3. Tadzkiratul Hufazh karya Al-Imam Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi terbitan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut 4. Al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibnu Katsir cetakan Maktabah Darul Baz Beirut 5.
Menurutpenuturan imam al Baihaqi tersebut: Madzhab Syafi'i adalah madzhab yang paling ittiba' (mengikuti nash), paling kuat argumentasinya, paling benar qiyasnya, serta paling gamblang/jelas bimbingan/petunjuknya. Baik itu yang terdapat dalam karya tulis imam Syafi'i yang terdahulu atau terbarunya, baik mengenai masalah ushul maupun furu', dengan keterangan yang sangat
toV0ilW. PANDANGAN IMAM AL-BAIHAQI TENTANG BERHUJJAH DENGAN AS-SUNNAH DAN BANTAHAN TERHADAP MEREKA YANG BERHUJJAH DENGAN AL-QUR’AN SAJAOleh Al-Hafizh Al-Imam As-SuyuthiBerkata Al-Baihaqi setelah membahas masalah ini Seandainya tidak ada ketetapan berhujjah dengan As-Sunnah, tentulah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam khutbahnya, setelah mengajarkan perkara agama kepada mereka yang menyaksikannya, tidak akan الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّ الشَّاهِدَ عَسَى أَنْ يُبَلِّغَ مَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ مِنْهُ“Ketahuilah hendaknya yang hadir di antara kalian untuk menyampaikan kepada yang tidak hadir, berapa banyak orang yang menerima berita lebih paham dari pada orang yang mendengar“.Kemudian Al-Baihaqi menyebutkan hadits yang berbunyi.“Semoga Allah membahagiakan seseorang yang mendengarkan sebuah hadits dari kami, kemudian ia menyampaikannya kepada yang lain sebagaimana yang ia dengar, dan berapa banyak orang-orang yang menerima kabar lebih paham dari pada orang yang mendengar”.Hadits ini adalah hadits mutawatir sebagaimana yang akan saya terangkan, insya Imam Syafi’i “Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan ummatnya untuk memperhatikan sabdanya, menghafalkan dan menyampaikannya, hal ini menunjukkan bahwa beliau tidak akan memerintahkan untuk menyampaikan sabdanya kecuali bahwa sabda beliau itu sendiri berkedudukan sebagai hujjah bagi yang telah sampai kepadanya sabda beliau itu, karena itu, apa yang dinyatakan dari beliau halal maka boleh dilakukan, dan yang haram harus ditinggalkan, yang berupa hukuman sanksi maka harus di tegakkan, yang berhubungan dengan harta antara diambil atau diberi, dan yang berupa nasehat adalah untuk kebaikan untuk duniawi dan ukhrawi”.Kemudian Al-Baihaqi menyebutkan hadits dari Abu Rafi’, ia berkata Bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.“Sungguh akan aku dapatkan seseorang diantara kalian yang tengah bersandar di atas dipannya kemudian datang kepadanya suatu perkara dariku yang aku perintahkan kepadanya atau aku larang baginya, lalu ia berkata “Saya tidak tahu, apa yang kami temukan di dalam Kitabullah maka kami mengikutinya”. [Hadits Riwayat Abu Daud dan Al-Hakim]Dan dari hadits Al-Miqdam bin Ma’di Karib, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengharamkan beberapa hal pada hari peperangan Khaibar, antara lain memakan daging keledai dan lain-lainnya, kemudian beliau bersabda.“Hampir seorang laki-laki duduk di atas dipannya tatkala disampaikan ucapanku haditsku, lalu ia berkata Antara aku dan kalian terdapat Kitabullah, apa yang kami dapati didalamnya Al-Qur’an halal maka kami akan menghalalkannya dan apa yang kami dapati didalamnya haram maka kami akan mengharamkannya’. Ketahuilah bahwa apa yang diharamkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah sama dengan apa yang diharamkan Allah”.Al-Baihaqi mengatakan ” Ini adalah berita dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang apa yang akan terjadi pada masa setelah beliau berupa penolakan ahli bid’ah mubtadi’ terhadap haditsnya. Ternyata keautentikan berita ini terbukti setelah beliau tiada”.Kemudian Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya dari Syubaib bin Abi Fadalah Al-Makki bahwa Imran bin Hushain Radhiyallahu anhu menyebutkan tentang syafaat, lalu seorang laki-laki di antara kaumnya berkata kepadanya “Wahai Abu Najid, sesungguhnya engkau menyebutkan kepada kami beberapa hadits yang mana hadits-hadits itu tidak memiliki dasar di dalam Al-Qur’an”. Maka Imran marah dan ia berkata kepada orang itu “Apakah engkau telah membaca Al-Qur’an ?”. Laki-laki itu menjawab “Ya”, Imran berkata “Apakah di dalam Al-Qur’an engkau dapatkan dasar bahwa shalat Isya adalah empat raka’at, apakah engkau mendapatkan di dalamnya bahwa shalat Maghrib tiga raka’at, shalat Shubuh dua raka’at, shalat Zhuhur empat raka’at dan shalat Ashar empat raka’at ?” Laki-laki itu menjawab “Tidak”, Imran berkata “Lalu dari siapa engkau mengambil dalil itu, bukankah kalian mengambilnya dari kami dan kami mengambilnya dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ?.! Apakah kamu dapatkan di dalamnya Al-Qur’an bahwa zakat setiap empat puluh ekor domba adalah satu domba, dan zakat setiap sekian onta adalah sekian ekor, dan zakat sekian dirham adalah sekian ?” Laki-laki itu menjawab “Tidak”, Imran berkata lagi “Lalu dari siapa engkau mengambil dalil itu, bukankah kalian mengambilnya dari kami dan kami mengambilnya dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ?!. Imran berkata lagi ” Di dalam Al-Qur’an engkau mendapatkan ayat yang بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ“Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu Baitullah “. [Al-Hajj/22 29].Apakah di dalamnya engkau mendapatkan keterangan bahwa hendaknya kalian melakukan thawaf tujuh kali lalu melaksanakan shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim ?! Apakah di dalamnya Al-Qur’an engkau menemukan keterangan tentang tidak bolehnya jalab, junub dan nikah syighar dalam Islam ?! Tidaklah engkau mendengar bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman di dalam آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” [Al-Hasyr/59 7]Imran berkata lagi “Sesungguhnya kami telah mengambil dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam banyak hal yang kalian tidak mengetahui tentang semua itu”.Kemudian Al-Baihaqi berkata “Hadits yang menyatakan bahwa suatu hadits harus dicocokkan terhadap Al-Qur’an adalah bathil dan tidak benar bahkan batal dengan sendirinya karena di dalam Al-Qur’an tidak ada dalil yang menunjukkan suatu hadits harus dihadapkan pada Al-Qur’an”.Sampai disini pembahasan Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya yang berjudul Al-Madkhal Ash-Shagir, suatu kitab yang mengantar pada pembahasan tentang bukti-bukti kenabian. Ia juga telah menyebutkan masalah ini dalam kitab yang berjudul Al-Madkhal Al-Kabir, yaitu suatu kitab yang mengantar pada pembahasan tentang Sunnah-Sunnah Rasul, dalam kitab kedua ini Imam Al-Baihaqi menyebutkan hal ini lebih gamblang dari pada kitab yang pertama, di antaranya menyebutkan tentang bab mengenal Sunnah-Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan kewajiban mengikuti Sunnah-Sunnah itu dengan menyebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah“. [Ali-Imran/3 164].Berkata Imam Syafi’i “Aku mendengar dari para Ahli Ilmu Al-Qur’an bahwa maksud dari kata Al-Hikmah dalam ayat ini adalah Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.[Disalin dari buku Miftahul Jannah fii Al-Ihtijaj bi As-Sunnah edisi Indonesia KUNCI SURGA Menjadikan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam Sebagai Hujjah, oleh Al-Hafizh Al-Imam As-Suyuthi, hal. 11-17 terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hamzah Fachruddin] Home /A4. Indahnya Mengikuti Sunnah/Pandangan Imam Al-Baihaqi Tentang...
Kedudukan As-Sunnah sebagi sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat al-Qur’an, Hadits dan juga didasrkan pada kesepakatan para sahabat Nabi. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajibnya mengikuti Hadits, baik pada masa rasulullah masih hidup maupun setelah wafat. Menurut bahasa, As-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan apakah jalan tersebut baik atau buruk. Pengertian As-Sunnah seperti ini sejalan dengan makna Hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut “Barang siapa yang membuat Sunnah kebiasaan yang terpuji, maka pahalalah bagi yang membuat Sunnah itu dan pahala bagi yang mengikutinya; dan barangsiapa yang membuat Sunnah yang buruk, maka dosalah bagi orang yang membuat Sunnah yang buruk itu dan dosa bagi yang mengikutinya” Di dalam Islam ada banyak kitab Sunnah/Hadits yang menjadi rujukan utama dalam penggalian hukum Islam. Dari sekian banyak kitab Hadits/Sunnah paling tidak ada 12 kitab hadits yang paling populer. Dua belas kitab Hadits tersebut adalah 1. Sahih Al-Bukhari. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Bukhari, dikenal juga dengan Al-jami Al-Musnad As-Sahih Al-Mukhtasar Min Umur Rasulilah SAW Wa Sunanihi Wa Ayyamihi. Berdasarkan judul yang dkemukan Imam Bukhari tersebut, Hadits yang dikatakan sahih dalam kitabnya adalah hadis yang bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW. Ada Hadits yang sanadnya terputus atau tanpa sanad sama sekali, namun hadis tersebut hanya bersifat pengulangan dan merupakan pendukung terhadap Hadits yang sedang dibahas. Oleh sebab itu, Imam Az-Zahabi mengatakan bahwa kitab ini merupakan kitab yang bernilai tinggi dan paling baik setelah Al-Qur’an. Selema 16 tahun Imam Bukhari berkeliling ke berbagai wilayah Islam untuk menemui para guru Hadits dan meriwayatkan hadis dari mereka. Dalan mencari kebenaran suatu Hadits, ia secara tekun menemui para periwayat Hadits tersebut sehingga yakin benar bahwa Hadits itu sahih. Sahih al-Bukhari memuat Hadits sahih yang diseleksi Imam Bukhari dari hadis yang dihafalnya. Hadits tersebut diterimanya dari sekitar perawi Hadis. Berdasarkan informasi dalam Mausu’ah Al-Hadits As-Syarif ensiklopedia Hadits yang dikeluarkan oleh Kementerian Wakaf - Majelis Tinggi Urusan Islam Pemerintah Mesir, bahwa sahih Al-Bukhari memuat sebanyak 98 tema kitab, dengan 7563 koleksi Hadits Nabi di dalamnya. 2. Sahih Al-Muslim. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Muslim. Hadits dalam kitab ini disusun berdasarkan sistematika fikih yang topiknya sama dengan Sahih Al-Bukhari. Menurut mausuah Hadits Syarif, bahwa Sahih Muslim memuat 57 tema kitab dengan 7748 koleksi Hadits di dalamnya. Kitab ini merupakan hasil seleksi Imam Muslim dari Hadits yang dihafal Imam Muslim. Imam Muslim tidak mengemukan syarat terlalu ketat dalam menuliskan Hadits pada kitabnya jika dibandingkan dengan Imam Al-Bukhari. Sekalipun mengemukakan syarat yang sama, yaitu sanad Hadits bersambung serta diterima dari dan oleh orang yang adil dan dapat dipercaya, keduanya berbeda pendapat mengena syarat antara murid penerima hadis dan guru sumber hadis. Menurut Imam Muslim, murid dan guru tidak harus bertemu, tetapi ckup bahwa keduanya sama-sama hidup satu masa Al-Mu’asarah. Namun Imam Al-Bukhari mensyaratkan, murid dan guru harus bertemu Al-Liqa’. Atas dasar ini, ulama Hadits menempatkan Sahih Al-Bukhari lebih baik dari Sahih Muslim meskipun mereka sepakat menyatakan bahwa kedua kitab tersebut memuat Hadits sahih. 3. Sunan Abu Dawud. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Abu Dawud. Menurut mausuah Hadits Syarif, Sunan Abi Dawud memuat 42 tema kitab dengan 5276 koleksi Hadits di dalamnya, hadis di antaranya merupakan Hadits hukum. Diantara Imam yang enam yang termasuk dalam Al-Kutub As-Sittah, Abu Dawud merupakan Imam yang paling fakih. Oleh sebab itu, Sunan Abi Dawud dikenal dengan sebagai kitab Hadits hukum, sehinga ulama Hadits fikih mengakui bahwa seseorang Mujtahid cukup merujuk Sunan Abi Dawud di samping Al-Qur’an. 4. Sunan at-Tirmiziy. Kitab ini juga dikenal dengan Nama Jami’ At-Tirmizi. Kitab ini disusun oleh Abu Isa Muhammad At-Tirmizi. Menurut mausuah Hadits Syarif, bahwa Sunan At-Tirmiziy memuat 46 tema kitab dengan 4415 koleksi Hadits di dalamnya. Sunan At-Tirmizi memuat beberapa istilah ilmu Hadits yang belum pernah diungkap oleh para pakar Hadits sebelumnya, misalnya istilah Hadits hasan sahih, Hadits sahih garib asing, ganjil, Hadits hasan garib, dan Hadits hasan sahih garib. Imam At-Tirmizi tidak menjelaskan pengertian istilah tersebut. Ulama Hadits sesudahnya mencoba untuk menjelaskan istilah yang digunakan Imam Tirmizi tersebut, misalnya Ibn As-Shalah. 5. Sunan an-Nasaiy. Kitab ini disusun oleh Imam An-Nasai. Kitab Hadits ini juga dikenal dengan nama Sunan Al-Mujtaba dan Sunan As-Sugra yang merupakan hasil seleksi dari Hadits yang terdapat dalam kitab As-Sunan Al-Kubra karya Imam An-Nasai sebelumnya. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan An-Nasaiy memuat 52 tema kitab dengan 5776 koleksi Hadits di dalamnya. Sunan An-Nasai disusun sesuai dengan sistematika fikih dengan mempergunakan bab yang menjelaskan serta mengistinbatkan berbagai hokum yang dikandung suatu hadis. Oleh karena itu, kitab in menjadi rujukan para ahli fikih setelah Sahih Al-Bukhari dan Sahih Muslim, karena kualitas Hadits yang ada di dalamnya menempati posisi dibawah kedua kitab hadis tersebut dan di atas Sunan Abi Dawud dan Sunan At-Tirmizi. 6. Sunan Ibnu Majah. Kitab hadis ini adalah karya Abu Abdullah bin Yazid Al-Qazwaini yang dikenal dengan Ibn Majah 209 H/825 M- 273 H/887 M. Kitab ini disusun oleh Imam Ibn Majah. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Ibn Majah memuat 38 tema kitab dengan 4485 koleksi Hadits di dalamnya. Kitab Sunan ini adalah kitab Sunan yang ke-6, sebagaimana yang dinyatakan oleh Abu Al-Fadl Ibn Tahir Al-Maqdisi. Dalam kitab Sunan ini, menurut penilaian sebagain ahli, terdapat Hadits matruk dan maudu’. Walaupun demikian, Hadits ini tetap dimasukan ke dalam kelompok Kutub As-Sitah karena banyak Hadits yang sahih atau hasan, dan banyak pula Hadits yang tidak tercantum dalam kitab sebelumnya. 7. Muwatha’ Imam Malik. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Malik. Dan merupakan kitab Hadits yang tertua yang sampai ke tangan umat Islam saat ini. Imam Malik mengumpulkan Hadits yang dipandangnya kuat, fatwa para sahabat dan tabi’in, pendapat fikih yang disandarkan kepada konsensus penduduk Madinah, dan kemudian menjelaskan ijtihadnya sendiri dalam permasalahan yang dibahas. Bahkan sering ia mengemukakan kaidah usul fikih dalam mengistinbathkan hukum dari Hadits yang dibahas. Oleh karena itu, sebagain ulama hadai menganggap Al-Muwatha’ lebih dekat kepada fikih dari pada buku Hadits, karena banyak sekali persoalan fikih yang diaungkapkan dalam kitab tersebut. Al-Muwwatha’ disusun atas permintaan Abu Ja’far Al-Mansur khalifah Abbasiyah, 137 H/754 M – 159 H/775 M. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Muwatha’ Imam Malik memuat 61 tema kitab dengan 1861 koleksi Hadits Nabi di dalmnya. 8. Musnad Imam Ahmad. Kitab ini disusun oleh Imam Ahmad bin Hambal, dikenal dengan Imam Hambali, merupakan kitab Hadits terbesar dan terbanyak memuat Hadits. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Musnad Imam Ahmad memuat 1295 tema kitab dengan 28464 koleksi Hadits Nabi di dalamnya. Hadits dalam kitab ini disusun secara berurut, sesuai dengan nama sahabat yang meriwayatkannya dengan memperioritaskan sahabat besar terlebih dahulu, seperti Abu Bakar aAs-Sidik, Umar Ibn Al-Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Di samping itu, prioritas mendahulukan riwayat sahabat juga ditentukan berdasarkan tempat tinggal meraka. Misalnya mendahulukan Sahabat yang bermukim di Madinah dari yang di Mekah. Hadits dalam kitab ini diakhiri dengan riwayat para sahabat wanita yang dimulai dengan Aisyah binti Abi bakar, Fatimah Az-Zahra, Hafsah binti Umar, dan istri Nabi lainya. Hadits dalam Musnad Ahmad bin Hambal yang ada sekarang ini tidak seluruhnya diriwayatkan oleh Imam Hambali sendiri, tetapi juga oleh Abdulah bin Ahmad bin hambal anak Imam hanbali dan Abu Bakr Al-Qutai’Idari Abdullah bin Ahmad bin Hambal. 9. Sunan Ad-Darimiy. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Ad-Darimi. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Ad-Darimiy memuat 24 tema kitab dengan 3567 koleksi Hadits Nabi di dalamnya. Kitab ini disusun berdasarkan sistematika ilmu fikih namun di dalamnya terdapat Hadits yang sama sekali tidak berkaitan dengan fikih. Kitab ini juga dikenal dengan Musnad Ad-Darmi, sedangkan penyusunan Hadits di dalamnya tidak mengikuti metode Al-Musnad. Namun demikian, Ad-Darimi juga memilki kitab Hadits yang lain yang disebut Al-Musnad dan dianggap oleh para ahli Hadits sebagai kitab sahih. 10. Sunan Ad-Daruquthniy. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Ad-Daruquthni Abu Hasan bin Umar Ad-Daruquthni pada abad ke- 4 hijriyah. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Ad-Daruquthniy memuat 31 tema kitab dengan 4898 koleksi Hadits Nabi di dalamnya. 11. Musnad Al-Khumaidiy. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Al-Humaidy. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Al-Khumaidiy memuat 183 tema kitab dengan 1361 koleksi Hadits Nabi di dalamnya. 12. Sunan Al-Baihaqiy Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Al-Baihaqi. Kitab ini juga dikenal dengan nama Kitab Sunan Al-Kubra. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Al-Baihaqiy memuat 72 tema kitab dengan 22340 koleksi Hadits Nabi di dalamnya. Imam Al-Baihaqi adalah seorang ahli Hadits terkemuka dan pengikut Mazhab Syafi’i. Ia adalah seorang saleh dan sederhana, serta menganut teologi Asy’ariyah. Nama lengkapnya adalah Abu bakar Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Al-Khorujirdi 334 H/994 M – 458 H/1066 M. untuk belajar Hadits, Al-Baihaqi mengembara ke beberapa negara dan belajar pada seratus ulama, antara lain Abu Hasan Muhammad bin Husain Al-Alawi dan Al-Hakim Abi Abdillah Muhammad bin Abdullah. Meskipun dipandang sebagai ahli Hadits terkemuka, Al-Baihaqi tidak cukup mengenal karya Hadits At-Tirmizi, An-Nasai, dan Ibn Majah. Ia juga tidak berjumpa dengan buku Hadits atau Musnad Ahmad bin Hambal imam Hambali. Ia menggunakan Mustadrak Al-Hakim karya Imam Al-Hakim secara bebas. Munurut Zz-Zahabi, kajian Al-Baihaqi dalam Hadits tidak begitu besar, tetapi ia mahir dalam meriwayatkan Hadits karena ia benar-benar mengetahui sub bagian Hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad. Karya Al-Baihaqi, Kitab As-Sunan Al-Kubra terbit di Hydarabad, India, 10 jilid, 1344-1355 merupakan karya yang paling terkenal. Menurut As-Subki ahli fikih, usul fikih dan hadis, tidak ada sesuatu yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam peneyesuaian penyusunannya maupun mutunya. Pemahaman terhadap Al-Quran dan As-Sunah Al-Maqbulah dilakukan secara konprehensif integralistik baik dengan pendektan tekstual maupun kontekstual.
. Biografi Imam al-Baihaqi Al-Baihaqi adalah Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn Aliy ibn Abdullah ibn Musa al-Baihaqi. Seorang ahli fikih yang terkenal dalam madzhab Syafi’i, dan seorang hafizh yang besar. Beliau dilahirkan pada bulan Sya’ban tahun 384 H, terletak di Naisabur. Beliau meninggal juga disana pada bulan Jumadal Ula tahun 458 Menurut al-Subkiy, al-Baihaqi adalah pembela madzhab Syafi’i dalam hal ushul dan furu’ belajar fikih dari Nashir al-Umari dan belajar ilmu Kalam Madzhab al-Asy’ari. Ia bekerja keras mengarang berbagai macam kitab. Ia adalah ahli Hadits yang paling cakap yang mampu menyatukan perbedaan paham. Ia cepat dalam memahami dan memiliki potensi kecerdasan yang sangat baik. Al-Baihaqi memperoleh ilmu dari para ulama yang mumpuni pada masanya. Dan hal itu terpantul pada karya-karya al-Baihaqi yang mencerminkan penguasaan dan kecintaannya terhadap sunnah, kecenderungannya pada kebenaran, dan pembelaannya terhadap madzhab Imam Syafi’i. Imam al-Haramain berkata, “Tidaklah Syafi’i akan menjadi madzhab, kecuali jika ia memiliki pendukung yang kuat, dan tidak lain Ahmad bin al-Baihaqi melainkan sebagai pendukung kuat madzhab Syafi’i. Al-Baihaqi berkelana pergi ke Irak, kota-kota sekitar Irak al-Jibal dan ke Hijaz untuk belajar ilmu kepada para ulama. Diantara ilmu yang dikuasai oleh al-Baihaqi antara lain adalah ilmu Hadits, ’ilal al-Hadits,dan Fikih. Diantara para ulama yang menjadi guru dari al-Baihaqi adalah 1. Al-Hakim al-Naisaburi. Imam ahli Hadits pada masanya. Penyusun kitab al-Mustadrak ala al-Shahihain dan kitab ulum al-Hadits, al-Madkhal ila Ma’rifat al-Iklil, Manaqib al-Syafi’i dan sebagainya. 2. Abu al-Hasan Muhammad ibn al-Husain al-Alawi al-Husna al-Naisaburi w. 401 H 3. Abu Abdurrahman al-Sullami Muhammad ibn al-Husain ibn Musa al-Azadi al-Naisaburi 303-412 H. Penyusun kitab Thabaqat al-Shufiyyah. 4. Abu Sa’ad Abd al-Malik ibn Abi Usman al-Khurkusi al-Naisaburi w. 407 H 5. Abu Ishaq al-Thusi Ibrahim ibn Muhammad ibn Ibrahim w. 411 H 6. Abu Muhammad Abdullah ibn Yusuf ibn Ahmad al-Ashfahani, seorang tokoh tasawwuf dan ahli Hadits yang tsiqah. Al-Baihaqi banyak meriwayatkan Hadits darinya. Adapun para murid Imam al-Baihaqi diantaranya 1. Abu Abdullah al-Farawi, Muhammad ibn Fadhl 2. Abu Muhammad Abd al-Jabbar ibn Muhammad ibn Ahmad al-Baihaqi al-khuwari 3. Abu Nashr ali ibn Mas’ud ibn Muhammad al-Suja’i 4. Zahir ibn Thahir ibn Muhammad 5. Al-Qadhi Abu Abdullah al-Husain ibn Ali ibn Fathimah al-Baihaqi 6. Isma’il ibn Ahmad al-Baihaqi, anak penyusun kitab Sunan al-Shaghir 7. Abu al-Hasan Abdullah ibn Muhammad ibn Ahmad, cucu laki-laki Imam B. Karya-Karya Imam al-Baihaqi Imam al-Baihaqi banyak menulis karya-karya dalam bidang Hadits, Fikih, dan Aqaid. Diantara karya-karya yang paling penting adalah sebagai berikut 1. Al-Sunan al-Kubra As-Sunan al-Kubra merupakan kitab yang paling terkenal dalam abad ke-5. Kitab ini disusun oleh Imam al-Baihaqi, sebuah kitab hadis hukum yang luas dan baik serta mendapat perhatian yang besar dari mayoritas ulama. Ibnu Salah mengatakan, “Tidak ada sebuah kitab hadis yang lebih lengkap dan mengandung hadis-hadis hukum daripada sunan ini”. Kitab ini diterbitkan di India, dengan disertai fihris daftar nama-nama shahabat dan tabi’ Dalam kitab tersebut, al-Baihaqi mengumpulkan sabda, perbuatan dan persetujuan Nabi saw., hadits mauquf al-Shahabi, dan hadits mursal at-Tabi’i. Kitab ini disusun berdasarkan bab-bab yang fikih. Kitab ini telah diringkas ikhtishar oleh tiga orang yaitu, Ibrahim ibn Ali w. 744 H dalam lima jilid, adz-Dzahabi w. 748H dan Abd al-Wahhab ibn Ahmad asy-Sya’rani w. 974. 2. Ma’rifat al-Sunan wa al-Atsar 3. Al-Mabsuth,berisi perkataan dan teks-teks imam Al-Syafi’i 4. Al-Asma’ wa al-Shifat 5. Al-I’tiqad 6. Dalail al-Nubuwwat wa Ma’rifat Ahwal Shahib al-Syari’ah 7. Syu’ab al-Iman 8. Manaqib al-Syafi’i 9. Al-Da’wat al-Kabir, memuat do’a-do’a yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw. 10. Al-Zuhud al-Kabir 11. Itsbat Adzab al-Qabr wa sual al-Malakain 12. Takhrij Ahadits al-Umm, kitab ini mentakhrijkan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab al-Umm, karya Imam Syafi’i. C. Setting Sejarah Masa Hidup Imam al-Baihaqi4 Imam al-Baihaqi didaerah wilayah Naisabur, diwilayah Khurasan Afganistan, pada masa disintegrasi daulah Abbasiyyah. Ketika itu kaum muslim terpecah belah berdasarkan politik, fikih dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar yakni, bangsa Ramawi, untuk mencerai-berekan kekrisisan ini Imam Al-Baihaqi hadir sebagai pribadi yang komitmen terhadap ajaran agama. Ia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran ajaran Islam dalam perilaku keseharian. Pada masa hidup al-Baihaqi, wilayah Khurasan dikuasai oleh dinasti Ghaznawiyah 999-1040 M. Dinasti ini mempunyai peranan penting dalam melakukan islamisasi pada anak benua India Afganistan, India dan Pakistan serta Transaxonia. Daulah Ghoznawiyah dibangun oleh Sebuktigin 366-387 H/ 976-997 M yang berpusat di daerah Ghazna disebelah selatan kota Kabul, Afganistan. Dari semula sebagai penguasa kota Ghazna saja, Sebuktigin kemudian memperluas wilayahnya ke Peshawar dan Punjab setelah mengalahkan konfederasi tiga raja Hindu. Era disintegrasi kekacauan daulah Abbasiyah menampakkan dua kecenderungan yang merupakan kecenderungan abbasiyah yang mengarah pada dua percabangan cosmopolitan Islam dan kultur keagamaan Islam. ketika seni dan arsitektur, syair, sains, dan bentuk-bentuk tertentu dari literature prosa merupakan ekspresi elit istana, rezim, dan elit pemerintah. Perhatian elit istana juga meluas sampai pada sejumlah kajian keagamaan cabang aliran seperti sejarah, kajian politik, filsafat dan teologi dikembangkan di lingkungan istana maupun di lingkungan perkotaan. Kecenderungan kedua, mengarah pada keragaman yang bersifat regional. Ketika Abbasiyah semakin lemah, Samarkand dan Bukhara, Naisabur dan Isfahan, Kairo Fez dan Cordoba menjadi kota-kota baru bagi peradaban Islam dengan menggantikan kedudukan kultur cosmopolitan tunggal yang dikembangkan oleh Abbasiyah, maka masing-masing kota besar tersebut melahirkan corak khusus yang berkenaan dengan motif-motif Islam dan warisan lokal. D. Latar Belakang Penyusunan Kitab al-Sunan al-Shaghir5 Kitab al-sunan al-Shaghir atau al-Sunan al-Shughra, al-Mukhtashar fi al-Furu’, riwayat Abi al-Qasim Zahir ibn Thahir al-Syahami ini oleh al-Baihaqi diperuntukkan bagi orang-orang yang telah benar muqaddimah kitabnya, al-Baihaqi menyatakan bahwa kitabnya tersebut memuat tentang berbagai hal yang harus dilalui oleh mereka yang telah lurus aqidahnya, yaitu memuat tentang ibadah, mu’amalah, munakahat, hudud, siyar, hukumat. Kitab ini juga dimaksudkan oleh al-Baihaqi sebagai bayan secara ringkas terhadap madzhab ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah dalam mengamalkan syari’ah. Al-Sunan al-Shaghir bukanlah ringkasan dari kitab al-Sunan al-Kubra. Tidak semua hadits yang ada didalam kitab al-Sunan al-Shaghir terdapat didalam kitab al-Sunan al-Kubra, begitu juga sebaliknya, Al-Sunan al-Kubra disusun oleh Imam al-Baihaqi dalam rangka membela fikih Imam Syafi’i dan memperkokoh pendapatnya dengan mengemukakan hadits dan syawahid yang banyak jumlahnya dan memenuhi isi kitab al-Kubra. Sedangkan sunan al-Shaghir disusun untuk memenuhi kebutuhan untuk orang yang mencari ilmu dan sebagai tuntunan dalam beramal untuk orang yang telah lurus aqidahnya. E. Sistematika Penulisan Kitab al-Sunan al-Shaghir6 Al-Sunan al-Shaghir memuat hadits-hadits Nabi Saw yang lengkap sanadnya, yaitu dari mulai gurunya al-Baihaqi terus bersambung sampai kepada Rasulullah saw. Tetapi seringkali al-Baihaqi juga menukilkn hadits secara mu’allaq, yaitu hanya mengemukakan rawi tingkat sahabat saja lalu diikuti dengan juga terdapat hadits mursal al-Shahabi dan al-Mauquf al-Tabi’i, terkadang juga pembahasan awalnya diawali dengan menyertakan ayat al-Qur’an, bahkan terdapat juga perkataan ulama, seperti Imam al-Syafi’i, yang ditulis karenanya kitab ini tidak murni merupakan kitab hadits, tetapi merupakan perpaduan antara kitab fikih dengn kitab kitab fikih karena bahasannya berdasarkan pada bab-bab fikih yang juga menyertakan pendapat para sahabat, tabi’in, dan para ulama lainnya. Dan dikatakan sebagai kitab hadits, karena memang dalam halaman-halaman pembahasannya lebih dominan memuat hadits yang disertakan dengan sanad dari al-Baihaqi dibandingkan pendapat-pendapat yang lain. Rangkaian sanad yang terdapat dalam al-Sunan al-Shaghir berkisar antara 7 rawi sampai 9 hadits yang terdapat dalam kitab al-Sunan al-Shaghir terkadang dijelaskan kualitasnya oleh Imam al-Baihaqi, namun banyak yang tidak diberi demikian hadits-hadits yang belum dijelaskan kualitasnya oleh al-Baihaqi harus diteliti lagi kualitasnya. Dalam edisi cetakan Dar al-Fikr, Beirut tahun 1414 H, kitab ini dicetak dalam dua jilid. Jilid pertama meliputi biografi imam al-Baihaqi yang ditulis oleh muhaqqiq kitab Abdullah Umar al-Hasanain, dan 10 kitab pertama, mulai dari muqaddimah sampai al-Faraid. Sedangkan jilid kedua diawali dari kitab al-Nikah dan diakhiri dengan kitab Abdullah Umar al-Hasanain, setiap item tidak membedakan baik itu hadits ataupun non hadits diberi nomer dimulai dari dan non hadits yang terdapat dalam kitab tersebut disistemasi sesuai dengan bab-bab fikih dan dibagi menjadi 28 kitab. Tetapi, ada perbedaan sedikit dengan kitab al-Sunan al-Shaghir yang ditahqiq oleh, Abd al-Salam Abd al-Syafi dan ditakhrij oleh Ahmad Qibbani, cetakan Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah; tahun thn. 1412 H-1992 M, kitab yang sedang penulis bahas ini. Yaitu, dalam cetakan tersebut dituliskan juz-juznya, sedangkan pada cetakan Beirut Daral-Fikr tidak ada. Cetakan jilid pertama terdapat 10 Juz, dan jilid kedua terdapat 8 juz, yang terdiri dari 28 kitab, 692 bab, didalamnya terdapat 2005 hadits yang mempunyai sanad lengkap dan al-aqwal pendapat-pendapat dari para Ulama juga beberapa hadits-hadits yang tidak lengkap sanadnya. Sehingga bila diagabungkan semuanya menjadi 4883 campuran hadits dan non hadits. Penomeran hadits atu non haditsnya dimulai dari s/d 4883,. Sistematikanya bisa dilihat pada tabel berikut ini NO JUZ KE/JUMLAH JUZ NAMA KITAB JML BAB NO. HADITS/ NON HADITS Muqaddimah I Muqaddimah mushannif 3 1-18 1 I Al-Thaharah 22 19-224 2 II, III, IV Al-Shalat 29, 51, 38=118 225-956 3 IV, V Fadhail al-Qur’an 9, 4=13 957-1030 4 V Janaiz 16 1031-1187 5 V, VI Zakat 11, 6=17 1188-1318 6 VI Al-Shiyam 36 1319-1481 7 VII, VIII Al-Manasik 49, 8=57 1482-1910 8 VIII, IX Al-Buyu’ 45, 34=79 1911-2371 9 IX, X Al-Faraid 14, 12=26 2372-2446 10 X, XI Al-Nikah 36, 19=55 2447-2756 11 XI Al-Khulu’ wa al-Thalaq 18 2757-2876 12 XI, XII Al-Ila’ 18, 8=26 2877-3055 13 XII Al-Nafaqat 9 3056-3111 14 XII Al-Jirah 15 3112-3208 15 XII, XIII Al-Diyat 5, 8=13 3209-3379 16 XIII Qital Ahl al-Baghy 4 3380-3406 17 XIII Al-Murtad 4 3407-3433 18 XIII, XIV Al-Hudud 12, 7=19 3434-3619 19 XIV Al-Asyribah 16 3620-3758 20 XIV, XV Al-Siyar 9, 19=28 3759-4046 21 XV Al-Jizyah 10 4047-4145 22 XVI Al-Shaid wa al-Dzabaih 26 4146-4353 23 XVI, XVII Al-Aiman wa al-Nudzur 13, 6=19 4354-4477 24 XVII Adab al-Qadhi 10 4478-4537 25 XVII Al-Syahadat 11 4538-4713 26 XVIII Al-Da’awa wa al-Bayyinat 5 4714-4756 27 XVIII Al-Itq 8 4757-4820 28 XVIII Al-Makatib 9 4821-4883 BAB III KESIMPULAN Al-Baihaqi adalah seorang tokoh ahli hadits yang hidup pada masa kekacauan politik, yaitu ketika kekuasaan dan pusat peradaban Islam tidak lagi di kota Baghdad, melainkan sudah terdesentralisasikan kepada beberapa kota. Kitab al-Sunan al-Shaghir ditulis oleh al-Baihaqi dengan maksud sebagai bayan singkat atas madzhab ahl Sunnah wa al-Jama’ah dalam menerapkan dan mengamalkan syari’ah. Kitab ini merupakan perpaduan antara kitab fikih dengan kitab hadits. Hadits-hadits dalam kitab al-Sunan al-Baihaqi ini, sebagian dijelaskan kualitasnya. Hadits yang ia jelaskan kualitasnya, sebagian shahih sebagiannya lagi dha’if. Adapun bagian terbesar, hadits-haditsnya tidak jelaskan kualitasnya, sehingga untuk mengetahui kualitasnya perlu diteliti DAFTAR PUSTAKA Danarta, Agung dkk, Studi Kitab Hadis Sekunder. Yogyakarta Teras. 2009. Ash-Shiddiqi , Teungku Hasby, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis. Semarang PT. Pustaka Rizki Putra. 2011.
Imam Al Baihaqi, yang bernama lengkap Imam Al-Hafith Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn Al-Hussein ibn Ali ibn Musa Al Khusrujardi Al-Baihaqi, adalah seorang ulama besar dari Khurasan desa kecil di pinggiran kota Baihaq dan penulis banyak buku terkenal. Masa pendidikannya dijalani bersama sejumlah ulama terkenal dari berbagai negara, di antaranya Iman Abul Hassan Muhammed ibn Al-Hussein Al Alawi, Abu Tahir Al-Ziyadi, Abu Abdullah Al-Hakim, penulis kitab “Al Mustadrik of Sahih Muslim and Sahih Al-Bukhari”, Abu Abdur-Rahman Al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali Al-Ruthabari of Khusran, Halal ibn Muhammed Al-Hafaar, dan Ibn Busran. Para ulama itu tinggal di berbagai tempat terpencar. Oleh karenanya, Imam Baihaqi harus menempuh jarak cukup jauh dan menghabiskan banyak waktu untuk bisa bermajelis dengan mereka. Namun, semua itu dijalani dengan senang hati, demi memuaskan dahaga batinnya terhadap ilmu Islam. As-Sabki menyatakan “Imam Baihaqi merupakan satu di antara sekian banyak imam terkemuka dan memberi petunjuk bagi umat Muslim. Dialah pula yang sering kita sebut sebagai Tali Allah’ dan memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, fikih serta penghapal hadits.” Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisabouri dalam bukunya “Thail Tareekh Naisabouri” Abu Bakr Al-Baihaqi Al Hafith, Al Usuli Din, menghabiskan waktunya untuk mempelajari beragam ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya. Dia belajar ilmu aqidah dan bepergian ke Irak serta Hijaz Arab Saudi kemudian banyak menulis buku. Imam Baihaqi juga mengumpulkan Hadits-hadits dari beragam sumber terpercaya. Pemimpin Islam memintanya pindah dari Nihiya ke Naisabor untuk tujuan mendengarkan penjelasannya langsung dan mengadakan bedah buku. Maka di tahun 441, para pemimpin Islam itu membentuk sebuah majelis guna mendengarkan penjelasan mengenai buku Al Ma’rifa’. Banyak imam terkemuka turut hadir. Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu kaum muslim terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, untuk menceraiberaikan mereka. Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian. Sementara itu, dalam Wafiyatul A’yam, Ibnu Khalkan menulis, “Dia hidup zuhud, banyak beribadah, wara’, dan mencontoh para salafus shalih.” Beliau terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fikih. Dari situlah kemudian Imam Baihaqi populer sebagai pakar ilmu hadits dan fikih. Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam, Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai banyak mengajar. Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam. Meski dipandang sebagai ahli hadits, namun banyak kalangan menilai Baihaqi tidak cukup mengenal karya-karya hadits dari Tirmizi, Nasa’i, dan Ibn Majah. Dia juga tidak pernah berjumpa dengan buku hadits atau Masnad Ahmad bin Hanbal Imam Hambali. Dia menggunakan Mustadrak al-Hakim karya Imam al-Hakim secara bebas. Menurut ad-Dahabi, seorang ulama hadits, kajian Baihaqi dalam hadits tidak begitu besar, namun beliau mahir meriwayatkan hadits karena benar-benar mengetahui sub-sub bagian hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad-isnad sandaran atau rangkaian perawi hadits. Di antara karya-karya Baihaqi, Kitab as-Sunnan al-Kubra yang terbit di Hyderabat, India, 10 jilid tahun 1344-1355, menjadi karya paling terkenal. Buku ini pernah mendapat penghargaan tertinggi. Dari pernyataan as-Subki, ahli fikih, usul fikih serta hadits, tidak ada yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam penyesuaian susunannya maupun mutunya. Dalam karya tersebut ada catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabat itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya. Itulah di antara sumbangsih dan peninggalan berharga dari Imam Baihaqi. Dia mewariskan ilmu-ilmunya untuk ditanamkan di dada para muridnya. Di samping telah pula mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya tulis yang hingga sekarang pun tidak usai-usai juga dikaji orang. Imam terkemuka ini meninggal dunia di Nisabur, Iran, tanggal 10 Jumadilawal 458 H 9 April 1066. Dia lantas dibawa ke tanah kelahirannya dan dimakamkan di sana. Penduduk kota Baihaq berpendapat, bahwa kota merekalah yang lebih patut sebagai tempat peristirahatan terakhir seorang pecinta hadits dan fikih, seperti Imam Baihaqi. Sejumlah buku penting lain telah menjadi peninggalannya yang tidak ternilai. Antara lain buku “As-Sunnan Al Kubra”, “Sheub Al Iman”, “Tha La’il An Nabuwwa”, “Al Asma wa As Sifat”, dan “Ma’rifat As Sunnan cal Al Athaar”.
JAKARTA - Imam Al Baihaqi bernama lengkap Imam Al-Hafith Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn Al-Hussein ibn Ali ibn Musa Al Khusrujardi Al-Baihaqi. Dia merupakan seorang ulama besar dari Khurasan, tepatnya suatu desa kecil di pinggiran kota Baihaq. Selain itu, dia dikenang sebagai penulis yang produktif. Masa pendidikannya dijalani bersama sejumlah ulama terkenal dari berbagai negara, di antaranya Iman Abul Hassan Muhammed ibn Al-Hussein Al Alawi, Abu Tahir Al-Ziyadi, dan Abu Abdullah Al-Hakim. Selanjutnya, Abu Abdur-Rahman Al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali Al-Ruthabari of Khusran, Halal ibn Muhammed Al-Hafaar, dan Ibn Busran. Para ulama itu tinggal di berbagai tempat terpencar. Oleh karenanya, Imam Baihaqi harus menempuh jarak cukup jauh dan menghabiskan banyak waktu untuk bisa bermajelis dengan mereka. Namun, semua itu dijalani dengan senang hati, demi memuaskan dahaga batinnya terhadap ilmu Islam. As-Sabki menyatakan "Imam Baihaqi merupakan satu di antara sekian banyak imam terkemuka dan memberi petunjuk bagi umat Muslim. Dialah pula yang sering kita sebut sebagai 'Tali Allah' dan memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, fikih serta penghapal hadis." Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisabouri dalam bukunya Thail Tareekh Naisabouri Abu Bakr Al-Baihaqi Al Hafith, Al Usuli Din, menyebut tokoh ini menghabiskan waktunya untuk mempelajari beragam ilmu agama. Dia belajar ilmu aqidah dan bepergian ke Irak serta Hijaz Arab Saudi kemudian banyak menulis buku. Imam Baihaqi juga mengumpulkan Hadis-hadis dari beragam sumber terpercaya. Pemimpin Islam memintanya pindah dari Nihiya ke Naisabor untuk tujuan mendengarkan penjelasannya langsung dan mengadakan bedah buku. Maka di tahun 441, para pemimpin Islam itu membentuk sebuah majelis guna mendengarkan penjelasan mengenai buku 'Al Ma'rifa'. Banyak imam terkemuka turut hadir. Konteks Zamannya Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu kaum Muslim terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, untuk menceraiberaikan mereka. Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian. Sementara itu, dalam Wafiyatul A'yam, Ibnu Khalkan menulis, "Dia Imam al-Baihaqi hidup zuhud, banyak beribadah, wara', dan mencontoh para salafus shalih." Imam al-Baihaqi terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadis dan fikih. Dari situlah kemudian namanya menjadi populer sebagai pakar ilmu hadis dan fikih. Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam, Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai banyak mengajar. Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadis, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam. sumber Pusat Data Republika
kumpulan hadits karya al baihaqi adalah